SBMI Luncurkan Catahu 2025, Bongkar Jejak Gelap Migrasi dan Perdagangan Orang di Tengah Krisis Iklim
Jakarta — Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) secara resmi meluncurkan Catatan Akhir Tahun (Catahu) SBMI 2025, pada hari Kamis (18/12/2025) bertempat Jl. Kemang Selatan, Jakarta, yang mengangkat tema “Jejak Gelap Migrasi di Rezim Ekonomi: Jaringan Bisnis Perdagangan Orang dan Runtuhnya Hak Asasi di Era Krisis Iklim.” Peluncuran ini menjadi momentum penting untuk membuka tabir kompleksitas persoalan migrasi buruh yang kian mengkhawatirkan.
Ketua Umum SBMI, Hariyanto Suwarno, menegaskan bahwa persoalan migrasi buruh migran Indonesia tidak bisa lagi dilihat semata sebagai isu ketenagakerjaan, melainkan telah menjadi persoalan hak asasi manusia, kejahatan terorganisir, dan dampak langsung dari krisis iklim global.
“Dalam Catahu SBMI 2025 ini, kami menemukan pola yang semakin sistematis: buruh migran didorong masuk ke dalam skema migrasi berisiko akibat tekanan ekonomi, kerusakan lingkungan, dan minimnya perlindungan negara. Situasi ini dimanfaatkan oleh jaringan bisnis perdagangan orang yang meraup keuntungan besar,” ujar Hariyanto.
SBMI mencatat, krisis iklim yang berdampak pada sektor pertanian, pesisir, dan wilayah rentan bencana telah mempercepat arus migrasi paksa. Kondisi ini diperparah oleh lemahnya pengawasan, praktik percaloan, serta kebijakan migrasi yang lebih berpihak pada kepentingan pasar dibanding perlindungan hak buruh migran.
Lebih jauh, Catahu SBMI 2025 mengungkap bahwa banyak buruh migran mengalami kerja paksa, kekerasan, eksploitasi, hingga kriminalisasi, sementara akses terhadap keadilan masih sangat terbatas. Negara dinilai belum sepenuhnya hadir dalam memastikan perlindungan menyeluruh sejak pra-penempatan, masa kerja, hingga kepulangan.
“Buruh migran bukan komoditas ekonomi. Mereka adalah warga negara yang memiliki hak konstitusional. Negara wajib menghentikan pembiaran terhadap praktik perdagangan orang yang berlindung di balik rezim ekonomi migrasi,” tegas Hariyanto.
Melalui peluncuran Catahu 2025 ini, SBMI mendesak pemerintah untuk melakukan reformasi kebijakan migrasi, memperkuat penegakan hukum terhadap jaringan perdagangan orang, serta memasukkan perspektif keadilan iklim dalam perlindungan buruh migran Indonesia.
SBMI berharap Catahu 2025 tidak hanya menjadi dokumen laporan, tetapi juga menjadi alarm keras bagi negara dan publik untuk bersama-sama menghentikan siklus kekerasan dan pelanggaran HAM terhadap buruh migran Indonesia.





