Kalbar,growmedia-indo.com -
Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Gabungan Wartawan Indonesia (GWI) Kalimantan Barat secara resmi membantah pemberitaan yang menyudutkan organisasi terkait pengangkatan Abdul Razak (AR) sebagai penasehat GWI Kalbar. Pemberitaan tersebut dinilai keliru, tidak berimbang, serta berpotensi menyesatkan opini publik karena tidak memuat klarifikasi organisasi secara utuh dan proporsional.
Ketua DPD GWI Kalbar, Alfian, menegaskan bahwa penunjukan penasehat organisasi tidak berkaitan dengan aktivitas jurnalistik, pengelolaan redaksi, maupun pengambilan kebijakan pemberitaan, sehingga tudingan hilangnya independensi organisasi dinilai tidak berdasar.
“Penasehat bukan pengurus struktural dan tidak memiliki kewenangan dalam kerja jurnalistik, redaksi, atau advokasi pemberitaan. Fungsi penasehat murni bersifat konsultatif dan non-operasional,” tegas Alfian dalam keterangan resminya, Rabu (18/12/2025).
Status ASN Tidak Melanggar Aturan Organisasi
Menanggapi sorotan terhadap status Abdul Razak sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) aktif, Alfian menjelaskan bahwa tidak ada aturan internal GWI yang melarang ASN menjadi penasehat non-struktural, sepanjang yang bersangkutan tidak menjalankan fungsi kewartawanan, tidak menulis berita, serta tidak terlibat dalam kerja redaksi.
“GWI membedakan secara tegas antara wartawan aktif dengan penasehat. Saudara AR tidak menjalankan profesi wartawan, tidak memegang KTA wartawan aktif, dan tidak memiliki hak maupun kewajiban jurnalistik,” jelasnya.
Terkait penerbitan Kartu Tanda Anggota (KTA), Alfian menegaskan bahwa KTA tersebut bersifat administratif organisasi, bukan legitimasi profesi wartawan, serta tidak dapat digunakan untuk kepentingan liputan, perlindungan hukum pers, maupun akses jurnalistik lainnya.
Sekretaris GWI Kalbar: Tidak Ada Pelanggaran AD/ART
Sementara itu, Sekretaris DPD GWI Kalimantan Barat, Joni, menegaskan bahwa seluruh kebijakan organisasi, termasuk penunjukan penasehat, telah melalui mekanisme internal yang sah dan tidak melanggar AD/ART maupun ketentuan perundang-undangan.
“Kami pastikan tidak ada satu pun pasal dalam AD/ART GWI yang dilanggar. Penunjukan penasehat bersifat internal, non-struktural, dan tidak masuk dalam ranah kerja jurnalistik,” tegas Joni.
Menurutnya, pemberitaan yang mengesankan adanya intervensi kekuasaan dalam tubuh organisasi pers merupakan asumsi yang tidak memiliki dasar normatif dan mencampuradukkan fungsi penasehat dengan struktur kepengurusan inti.
Tidak Punya Kewenangan Redaksi dan Keputusan Organisasi
Joni menegaskan bahwa penasehat tidak memiliki kewenangan dalam:
Pengelolaan redaksi
Penentuan arah pemberitaan
Advokasi pers
Pengambilan keputusan organisasi
“Seluruh kewenangan tetap berada di pengurus harian yang berasal dari wartawan aktif. Penasehat tidak memiliki hak suara, tidak ikut rapat strategis, dan tidak menentukan kebijakan apa pun,” jelasnya.
Ia juga meluruskan persepsi publik terkait KTA organisasi yang kerap disalahartikan.
“KTA GWI bukan kartu wartawan. Tidak bisa digunakan untuk liputan, klarifikasi berita, atau perlindungan hukum pers. Penyamaan KTA organisasi dengan kartu pers adalah kekeliruan yang menyesatkan,” tegas Joni.
Tuduhan ‘Mencari Perlindungan’ Dinilai Tendensius
Baik Ketua maupun Sekretaris GWI Kalbar menolak keras narasi yang menyebut pengangkatan penasehat sebagai upaya mencari perlindungan dari persoalan hukum tertentu. Narasi tersebut dinilai sebagai penggiringan opini yang bertentangan dengan asas praduga tak bersalah.
“GWI tidak pernah dan tidak akan menjadi alat perlindungan hukum bagi siapa pun. Organisasi ini berdiri untuk kepentingan profesi wartawan, bukan untuk membentengi individu dari proses hukum,” tegas Alfian.
Joni menambahkan, apabila terdapat dugaan pelanggaran hukum oleh individu tertentu, jalur hukum adalah tempat yang tepat, bukan dengan membangun stigma melalui pemberitaan sepihak.
Imbauan Junjung Etika Jurnalistik
Sebagai organisasi profesi, GWI Kalbar menyatakan terbuka terhadap kritik, klarifikasi, dan dialog publik. Namun demikian, kedua pimpinan menegaskan pentingnya prinsip cover both sides dan verifikasi menyeluruh dalam setiap pemberitaan.
“Kritik itu sah, tetapi harus berimbang dan berbasis data. Pers seharusnya menjaga marwah pers itu sendiri,” ujar Joni.
Penegasan Akhir
GWI Kalbar meminta publik tidak menarik kesimpulan sepihak dari pemberitaan yang belum diverifikasi secara komprehensif. Organisasi menegaskan komitmennya untuk tetap menjaga independensi, profesionalisme, serta kepatuhan terhadap Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik.
“Independensi pers bukan ditentukan oleh persepsi, melainkan oleh praktik jurnalistik yang profesional dan beretika. Itu prinsip yang terus kami jaga,” pungkas Alfian./kzn




