Jakarta, Growmedia,indo,com–
Desakan transparansi anggaran dan penegakan etik terhadap penyelenggara pemilu kian menguat di Bangka Belitung. Senin (15/9/2025), aktivis Babel Ridwan Adnan resmi mendatangi kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP RI) di Jakarta untuk menyerahkan barang bukti dugaan praktik politik uang dalam Pilkada Ulang Kota Pangkalpinang 2025.
Ridwan membawa langsung uang tunai Rp4,8 juta berikut daftar nama penerima yang sebelumnya diserahkan ke Bawaslu Pangkalpinang. Bukti itu semula dinyatakan bukan pelanggaran pemilu oleh Bawaslu dan bahkan dikembalikan kepada pelapor, memicu sorotan publik.
“Dengan alat bukti yang ada seharusnya cukup untuk dilanjutkan ke sidang kode etik. Atas saran pihak DKPP RI saya akan didampingi pengacara untuk memperkuat konstruksi hukum acara,” ujar Ridwan kepada media ini melalui pesan WhatsApp.
Ia juga menyebut laporan tersebut akan segera masuk ke Majelis dan Tim Ahli DKPP RI. “Keadilan harus ditegakkan. Ini tidak boleh dibiarkan. Sampai bertemu di sidang DKPP, saya yakin pada akhirnya kebenaran akan menemukan jalannya,” tegasnya.
Tuntut Keterbukaan Anggaran
Tak hanya membawa kasus politik uang ke DKPP, Ridwan Adnan bersama Muhamad Zen, resmi melayangkan surat permohonan keterbukaan informasi publik kepada Bawaslu Kota Pangkalpinang. Permohonan itu telah diajukan beberapa waktu lalu.
Dalam suratnya, kedua aktivis meminta Bawaslu membuka rincian anggaran yang bersumber dari APBD Kota Pangkalpinang maupun yang bersumber dari APBN untuk penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024 dan Pilkada Ulang 2025. Rincian itu mencakup seluruh pos pembiayaan, mulai dari pengawasan, pencegahan, penindakan pelanggaran, hingga sosialisasi politik kepada masyarakat.
Surat tersebut ditembuskan kepada Ketua Bawaslu Provinsi Bangka Belitung, Ketua Bawaslu RI, DKPP RI, Ombudsman RI pusat dan perwakilan Babel, Kapolda Babel, serta Kepala Kejaksaan Tinggi Babel.
Kinerja Dipertanyakan
Permintaan transparansi ini mencuat setelah publik menilai kinerja Bawaslu Pangkalpinang tidak sepadan dengan besarnya anggaran yang digelontorkan negara. Dalam beberapa kasus dugaan politik uang, termasuk kasus Yanto (50) dengan barang bukti Rp4,8 juta, Bawaslu Pangkalpinang menyatakan tidak ditemukan pelanggaran pemilu.
“Bagaimana mungkin anggaran besar dikucurkan, tapi kinerja Bawaslu justru menimbulkan tanda tanya? Publik perlu tahu ke mana uang rakyat mengalir,” ujar Ridwan.
Menunggu Respons Bawaslu
Kedua aktivis berharap Bawaslu Kota Pangkalpinang segera memberikan jawaban resmi sesuai UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Jika informasi anggaran diberikan, mereka berencana menggandeng konsultan keuangan publik independen untuk melakukan audit.
“Jika ditemukan dugaan penyalahgunaan anggaran negara, kami siap menempuh langkah hukum,” tambah Ridwan.
Langkah ini menandai bahwa tekanan publik terhadap transparansi dan integritas lembaga pengawas pemilu terus menguat. Kini publik menunggu: apakah Bawaslu Kota Pangkalpinang berani membuka transparansi anggarannya dan mempertanggungjawabkan keputusannya, atau justru memilih diam di tengah keraguan publik. (KBO Babel)