gr “Kami Lawan Sampai Kasasi!”: Harapan dan Tekad Kuasa Hukum Kades Ramang di Sidang Pledoi


“Kami Lawan Sampai Kasasi!”: Harapan dan Tekad Kuasa Hukum Kades Ramang di Sidang Pledoi

Table of Contents
DENNY/GROWMEDIA - Kuasa Hukum Kades Ramba, Haruman Supono



KALTENG, PULANG PISAU, growmedia-indo.com – Sorotan publik tertuju ke ruang sidang Pengadilan Negeri Pulang Pisau, Rabu 23 Juli 2025. Agenda pembacaan pledoi dalam perkara dugaan pemalsuan Surat Keterangan Tanah (SKT) dengan terdakwa Kepala Desa Ramang, Ramba, mengungkap argumentasi hukum yang mengguncang ruang sidang.

Penasihat hukum Ramba, Advokat Haruman Supono, menyebut perkara ini seharusnya tidak layak masuk ranah pidana. Ia mengklaim kasus yang menimpa kliennya adalah bentuk kekeliruan hukum serius dan menyerukan agar majelis hakim membebaskan terdakwa dari segala dakwaan.

“Ini bukan kasus pidana. Ini kekeliruan administratif yang seharusnya diselesaikan secara perdata. Tapi justru dipaksakan ke ranah pidana. Salah alamat dan salah objek,” tegas Haruman dalam keterangannya kepada media usai sidang.

Ia menilai perkara ini mengalami error in persona dan error in objekto, karena dokumen SKT yang menjadi dasar perkara telah dicabut pada 17 Maret 2025 oleh pemerintah desa. Menurutnya, sejak saat itu proses hukum seharusnya dihentikan melalui penerbitan SP3 oleh penyidik.

“Kalau obyek hukumnya sudah dicabut, lalu dasar dakwaannya apa? Tidak ada. Harusnya perkara ini selesai saat itu juga,” ujarnya, menyoroti kelanjutan proses hukum yang menurutnya sarat kejanggalan.

Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Ismayul Ishmatuel Lulu, SH, MH, dengan dua hakim anggota: Ismaya Salimdri, SH dan Niken Anggi Prajati, SH. Ketiganya mendengarkan pembelaan Haruman dengan saksama, sementara puluhan warga Desa Ramang memadati ruang sidang.

Haruman juga menegaskan bahwa tidak ada unsur kesengajaan atau niat jahat dari kliennya. Ramba, kata dia, hanya menjalankan tugas administratif sebagai kepala desa dengan menandatangani SKT yang dimohonkan warga, setelah diverifikasi oleh staf desa.

“Ramba tidak punya motif kriminal. Ia tidak menerima keuntungan apapun. Ia hanya menandatangani surat berdasarkan proses permohonan. Lalu apa yang dikriminalisasi?” tegasnya.

Lebih jauh, Haruman menyebutkan bahwa mediasi pernah diupayakan, namun pihak perusahaan, PT AGL, tidak pernah hadir. Hal ini, menurutnya, memperlihatkan bahwa tidak ada iktikad baik dari pihak pelapor untuk menyelesaikan perkara secara damai.

“Ini semakin menguatkan bahwa perkara ini seharusnya berhenti di meja mediasi, bukan di kursi terdakwa,” tukas Ketua DPD Peradi Bersatu Kalteng itu.

Terkait tuntutan tujuh bulan penjara yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Haruman menyebut hal tersebut sebagai bentuk ketidakadilan hukum. Ia menilai jaksa bersikeras menyeret perkara ini ke pidana, meski bukti dan dasar hukumnya telah rapuh.

Ia pun menyinggung prinsip in dubio pro reo dalam hukum pidana, bahwa apabila terdapat keraguan, maka keputusan harus berpihak kepada terdakwa. “Dalam kasus ini, keraguan itu sangat nyata. Maka, putusan bebas adalah satu-satunya jalan,” katanya.

Tak hanya berhenti pada pledoi, Haruman juga menyiapkan duplik untuk menjawab replik jaksa yang akan dibacakan pada sidang lanjutan, Senin 28 Juli 2025. Ia mengaku sudah siap secara penuh dan mengerti arah serangan dari penuntut umum.

“Strategi kami jelas. Kami akan lawan argumen replik mereka satu per satu. Kalau tidak dibebaskan, kami sudah siapkan banding, bahkan sampai kasasi,” ungkapnya penuh tekad.

Dalam sidang sebelumnya, seorang ahli hukum pidana, Bernadus Letlora, dihadirkan sebagai saksi ahli dan menyatakan bahwa perkara ini kehilangan obyek hukum pidana setelah SKT dicabut. Ia menilai tidak ada lagi unsur pidana yang bisa dibuktikan.

Haruman pun berharap majelis hakim menggunakan kewenangannya untuk tidak sekadar mengikuti dakwaan jaksa, melainkan menggali kebenaran secara mendalam dan mempertimbangkan keadilan substantif.

“Kalau hakim berani dan adil, maka Ramba harus dibebaskan. Kalau tidak, maka ini menjadi preseden kriminalisasi terhadap perangkat desa,” tuturnya.

Ia menyampaikan, kriminalisasi ini bisa membuat kepala desa di daerah enggan menandatangani dokumen administrasi, karena takut berujung ke meja hijau. “Padahal mereka hanya menjalankan tugas,” imbuhnya.

Haruman pun mengajak masyarakat Desa Ramang untuk hadir menyaksikan sidang pembacaan putusan yang dijadwalkan pada Rabu, 30 Juli 2025. Ia menyebut hari itu sebagai penentu arah hukum bagi kepala desa se-Kalimantan Tengah.

“Jika Ramba dibebaskan, itu kemenangan untuk semua perangkat desa yang bekerja jujur. Tapi jika tidak, kami akan lawan. Sampai titik terakhir. Sampai Mahkamah Agung kalau perlu,” pungkasnya. (DENNY)

Posting Komentar