Kewajiban Parkir DHE Perlu Diperluas Demi Selamatkan Rupiah


                 Jakarta, Grow Media Indonesia,

Ekonom senior yang juga merupakan Wakil Menteri Keuangan periode 2010-2014 Anny Ratnawati menilai, kebijakan yang mewajibkan penempatan devisa hasil ekspor (DHE) perlu diperluas. Tidak hanya untuk sektor sumber daya alam atau SDA, melainkan juga ke sektor manufaktur yang kinerja ekspornya tinggi.

Menurutnya, perluasan ini penting untuk mengantisipasi semakin keringnya pasokan atau supply dolar di tanah air di tengah tren penguatan kurs dolar Amerika Serikat (AS) saat ini. Anny menganggap, penguatan kurs dolar akan berlangsung lama mengingatkan bank sentral AS masih memberi sinyal untuk menerapkan kebijakan suku bunga tinggi dalam jangka waktu lama.

"Usulan saya sih lakukan kajian, Kemenkeu dengan BI, libatkan asosiasi mengapa perlu untuk dibayangkan untuk dilakukan analisis hari ini, karena 2024 kita kan kemungkinan masih pada sitausi seperti hari ini," kata Anny dalam program Money Talks CNBC Indonesia, Rabu (11/10/2023).

"The Fed belum akan menurunkan suku bunganya secara signifikan. Kalau penurunan kan gradual, jadi masih pada level yang tinggi, sehingga menjamin pasokan dolar," tegasnya.

Anny menilai, sektor industri manufaktur yang perlu dipertimbangkan untuk dikenakan kewajiban parkir DHE adalah sektor industri yang gencar ekspor selama ini. Namun, ia mengingatkan, perluasan kebijakan ini perlu diperhitungkan secara cermat dan hati-hati supaya tidak mengganggu iklim usaha industri.

"Saya belum punya datanya, kareba yang tadi saya katakan kita perlu lakukan review tapi kan yang tidak ekstraktif kita terakhir ada ekspor yang positif kan, mesin-mesin, kendaraan, alat-alat, mesin, dan kendaraan bisa kita lihat," kata Anny.

Adapun untuk penerapan kebijakan DHE untuk sektor SDA, ia mengakui sebetulnya sudah cukup baik menjaga pasokan dolar di dalam negeri. Namun, perlu diperkuat supaya lebih optimal dan tidak kembali lari ke luar negeri seperti Singapura. Sebab, sektor SDA selama ini juga telah memberi dampak lingkungan.

"Kalau saya katakan mengekstraksi SDA ada dampak lingkunannya, ya wajar lah besar untuk DHE nya ditaruh di Indonesia, kan juga dapat insentif dari BI tapi yang di luar SDA perlu dilakukan kajian segara untuk persiapan," tutur Anny.

Sebagai informasi, bank pelat merah PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) mencatat pertumbuhan penghimpunan Devisa Hasil Ekspor (DHE) sebesar 66% pada Agustus 2023 dibandingkan dengan Juni 2023. Seperti diketahui, BNI merupakan salah satu bank yang ditunjuk sebagai penampung Term Deposit Valas Devisa Hasil Ekspor.

Direktur Utama BNI Royke Tumilaar memaparkan total DHE yang telah berhasil dihimpun tersebut dalam berbagai bentuk seperti deposito, escrow, giro, tabungan, dan term deposit valas.

"Pada tahap awal ini, kami melihat minat dari para eksportir untuk menggunakan produk perbankan dalam negeri seperti penjaminan hingga cash collateral credit semakin baik sehingga ke depannya akan menjadi layanan yang dapat kami perkuat," katanya dalam keterangan tertulis, Senin (9/10/2023).

Adapun pemerintah memiliki kebijakan yang mewajibkan minimal 30% DHE ditempatkan dalam sistem keuangan Indonesia selama minimal tiga bulan sebagaimana tertuang dalam PP Nomor 36 Tahun 2023. Aturan ini mulai berlaku pada 1 Agustus 2023, dan berlaku untuk barang-barang ekspor dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan, dan/atau pengolahan sumber daya alam (SDA).

Sementara itu, pergerakan nilai tukar rupiah melawan dolar Amerika Serikat (AS) makin tersungkur, bahkan menembus level psikologis Rp15.700/US$ dan menjadi yang paling lemah pada tahun ini.

Melansir data Refinitiv, rupiah ditutup di angka Rp15.730/US$ atau melemah 0,29% terhadap dolar AS kemarin, Selasa (10/10/2023). Posisi ini melanjutkan pelemahan pada penutupan perdagangan sebelumnya yang ditutup anjlok 0,51%. Lebih lanjut, posisi ini juga merupakan yang terlemah sejak 11 bulan terakhir.


Sumber: CNBC

0 Komentar