Jakarta,growmedia-indo.com -
Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) resmi meluncurkan buku terbaru berjudul “Gereja yang Membumi: Refleksi dan Imajinasi GPIB Menuju Gereja Ramah Lingkungan”, pada hari Senin (8/12/2025) Jakarta, sebuah karya yang mengajak warga gereja dan masyarakat untuk melihat kembali peran gereja dalam menghadapi krisis ekologis dan membangun masa depan berkelanjutan.
Acara launching dan bedah buku ini dihadiri dengan penuh antusiasme, menghadirkan para pemikir Abetnego Panca Putra Tarigan, SE, M.Si Country Direction TBI For Global, Change, Indonesia, Pdt.Drs. Jonathan Victor Rambeth, M.Div., M.Arts, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Pdt. Manuel Esau Raintung, S.Si., MM, Pdt. Meilanny Risamasu, M.Th, Pdt. Salmon Leatemia, S.Si - Teol, Ardhitya Eduard Yeremia Lalisang, Ph.D, Parid Ridwwnuddin, MA, Pdt. Ester Pudjo Widiasih, Ph.D, serta pelayan gereja lintas wilayah.
Buku “Gereja yang Membumi” memuat rangkaian refleksi teologis, pengalaman lapangan, hingga imajinasi masa depan gereja yang lebih peduli terhadap bumi. Kehadiran buku ini menjadi penanda keseriusan GPIB dalam mendorong gerakan gereja ramah lingkungan, mulai dari pola pelayanan, tata kelola, hingga gaya hidup jemaat.
Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) kembali menegaskan komitmennya dalam menghadirkan gereja yang responsif terhadap isu ekologis melalui peluncuran dan bedah buku “Gereja Yang Membumi: Refleksi dan Imajinasi GPIB Menuju Gereja Ramah Lingkungan”.
Dalam pesannya, Pdt.Semuel Karinda menyampaikan bahwa buku ini bukan sekedar gagasan, melainkan bentuk nyata kepedulian dan kehadiran gereja dalam menjawab krisis lingkungan yang semakin mendesak.
“Kami dari GPIB ingin membuktikan bahwa gereja tidak boleh diam dalam masalah kehancuran ekologis. Gereja harus berbicara, gereja harus hadir. Seperti yang sering saya katakan, tangan gereja harus kotor, kaki gereja pun harus kotor. Artinya, gereja harus turun langsung masyarakat ke,” tegas Pdt. Semuel
Komitmen ini bukan hanya retorika. Ia menegaskan bahwa GPIB sudah menunjukkan kerja nyata dalam berbagai situasi, termasuk saat bencana melanda wilayah Sumatera Utara baru-baru ini.
“Ketika bencana terjadi di Sumatera Utara, ada sekitar 12 jemaat dari Aceh hingga Sibolga dan lebih dari 400 kepala keluarga yang terdampak. GPIB hadir di sana, turun langsung, bekerja bersama masyarakat. Inilah bukti bahwa gereja tidak tinggal diam, tetapi bergerak dan melakukan yang terbaik,” ujarnya.
Peluncuran buku “Gereja Yang Membumi” menjadi momentum penting bagi GPIB untuk memperluas percakapan mengenai teologi lingkungan, keinginan, dan peran gereja dalam merawat bumi. Buku ini menghadirkan refleksi mendalam dan imajinasi baru mengenai bagaimana gereja dapat menjadi agen perubahan ekologis di tengah tantangan zaman.
Pdt. Semuel juga menekankan bahwa gerakan gereja ramah lingkungan tidak boleh berhenti pada wacana. Ia mengajak seluruh jemaat GPIB, mitra oikoumene, serta masyarakat luas untuk bersama-sama membangun budaya ekologis yang lebih berkelanjutan.
“Kegiatan hari ini adalah bukti nyata bahwa gereja sudah, sedang, dan akan terus berbuat yang terbaik bagi masyarakat dan bagi bumi yang kita tinggali. Gereja harus terus melangkah,” tutupnya.
Dengan diterbitkannya buku ini, GPIB berharap semangat keberpihakan pada kelestarian lingkungan semakin mengakar, dan gereja mampu menjadi teladan dan katalisator perubahan bagi kehidupan yang lebih berkeadilan dan berkelanjutan.





