gr Kebodohan Kolektif tak Kasat Mata Mengendalikan Kehidupan di MBD


Kebodohan Kolektif tak Kasat Mata Mengendalikan Kehidupan di MBD

Table of Contents

Oleh: Fredi Moses Ulemlem, SH.,MH
Praktisi Hukum dan Pengurus DPP KNPI

Tidak ada yang lebih berbahaya daripada kebodohan yang dipercaya banyak orang "Ludwing Fulda"

Maluku Barat Daya adalah kabupaten dengan luas 8.648 KM, memiliki 17 kecamatan, kaya akan budaya, sumber daya alam melimpah, mayoritas masyarakatnya orang beragama dan memiliki sejarah yang panjang untuk berdiri sendiri menjadi daerah otonom yang baru. 

Diibalik kebanggaan ini ada fenomena yang menghambat kemajuan berpikir kritis, kebebasan berekspresi dan kesejahteraan anak daerah yang tidak kasat mata yakni "Kebodohan kolektif,"

Tentunya bukan berarti masyarakat Maluku Barat Daya secara individual bodoh, akan tetapi ada faktor sistemik dan sosial telah menciptakan lingkungan dimana ada informasi yang salah, sesat dan pola pikir yang sempit serta keputusan yang tidak rasional menjadi norma hukum, suka melek dan alergi terhadap kritikan.

Hal ini terus diwariskan, dipelihara, dan bahkan dibanggakan sebab masyarakatnya masih terlalu nyaman dalam kehidupan berbudaya, sehingga yang salah didiamkan Karena sifat malu hati, masih memiliki hubungan keluarga menjadi salah satu faktor Akibatnya, pola pikir generasi dan masyarakat terjebak dalam lingkaran kebiasaan yang melemahkan masyarakat, daerah, bangsa dan negara, terutama anak daerah takut berpikir kritis.

"Kebodohan kolektif" adalah fenomena dimana ada sekelompok orang, komunitas dalam pemerintahan membuat suatu keputusan yang tidak rasional, mempertahankan keyakinan tidak rasional hingga rakyat menjadi korban, karena telah terjerumus dalam pola pikir yang tidak logis, walaupun secara individu ada yang mempunyai kecerdasan tapi di kekang, diancam dan diintimidasi.

Semuanya ini merupakan hasil dari suatu proses yang panjang yang melibatkan berbagai aspek kehidupan serta berbagai faktor yang saling berkaitan. Kritik atau berpikir berbeda biasa dicap sebagai pembangkangan atau disebut sebagai penghianat. Maka lahirlah generasi yang dipaksa tunduk pada dogma, bukan mencari dan mempertahankan serta memperjuangkan kebenaran.

Kebodohan ini terjadi bukan karena kurangnya informasi saja, tetapi juga karena adanya ketidakmampuan berpikir kritis memilah, dan mencari solusi atas permasalahan yang terjadi di daerah Maluku Barat Daya.

Budaya simbolik, bukan substansi. Kita gemar sekali dengan simbolisme_ Upacara, serimonial, gelar, dan penghormatan kepada jabatan. Jabatan lebih diutamakan daripada isi dan kompetensi, lihat saja seseorang yang kaya atau bergelar tinggi langsung dianggap lebih berhak berbicara, meskipun omongannya kosong, penipu, dan pembohong bahkan korupsi, ya kita terlalu sering terbuai oleh penampilan, bukan isi otak, semuanya bersandar pada hubungan emosional.

Tanpa logika, kebodohan kolektif tumbuh subur dalam fanatisme baik dalam politik, organisasi agama maupun budaya. Jika berbeda pendapat langsung dicap sebagai penghianat karena kritikan dianggap sebagai ancaman terhadap pemerintahan. Banyak yang lebih memilih membela kelompoknya mati-matian daripada berpikir rasional daripada menerima keadaan.

Berbeda pendapat langsung dicap sebagai ancaman bukan sebagai peluang memperkaya ide dan gagasan. Yang paling dari strategis adalah kebodohan kolektif bersifat regeneratif. Orang bodoh mencetak orang bodoh lainnya bahkan jadi budak sekaligus jongos.

Generasi demi generasi diwarisi dengan pola pikir yang sama, yakni jangan melawan, jangan bertanya karena itu menganggu pemerintahan dan jangan ubah sistim. Akibatnya negeri ini terus berada dalam pusaran masalah yang sama yakni korupsi yang tidak pernah putus dan kebijakan yang absurd terus dibuat.

Daerah ini tidak pernah kekurangan orang pintar, tetapi kekurangan kesadaran para pemimpin, pemuda dan masyarakatnya, kita kekurangan sistem yang mendorong kecerdasan anak daerah untuk maju. Jika terus diam, kebodohan kolektif akan menjadi penguasa sejati. 

 Jika kita tidak mulai berpikir, bertanya, dan bergerak, maka daerah ini tidak bisa merdeka dari kebodohan yang selama ini mengendalikan daerah kita Maluku Barat Daya.

Posting Komentar