SP3 Abal-Abal: Permohonan Gelar Ulang Bongkar Borok Penyelidik di Unit HARDA POLRESTRO Bekasi Kota
Bekasi Kota, 25 Juni 2025 — Dr. Manotar Tampubolon, SH, MA, MH, seorang
advokat senior, secara resmi mengajukan permohonan gelar perkara ulang kepada
Direktorat Pengawasan Penyudikan Polda Metro Jaya. Permohonan ini disampaikan dalam
kapasitasnya sebagai kuasa hukum dari Poltak Bernard Sihombing, seorang pelapor
yang merasa proses penyelidikan atas laporan polisi yang disampaikannya telah
mengalami kejanggalan serius.
Permohonan gelar perkara ulang ini berangkat dari ketidakpuasan atas penegakan
penyelidikan terhadap Laporan Polisi Nomor: 566/K/II/2023/SPKT/Restro Bekasi
Kota, tertanggal 24 Februari 2023. Laporan tersebut sebelumnya ditangani oleh
penyidik dari Polrestro Bekasi Kota, yakni KOMPOL Dedi Iskandar, SH, MH
(NRP 68120022), dan BRIPKA Putu Suherman dari Unit Harda. Namun, proses
Terjadinya hal tersebut berakhir pada dikeluarkannya Surat Perintah Penghentian
Penyelidikan (SP3) tanpa pemberitahuan resmi kepada pelapor.
Dugaan Pelanggaran Prosedural
Dalam permohonannya yang tertanggal 21 Juni 2025, Dr. Manotar memaparkan
secara rinci dugaan pelanggaran prosedur yang diduga dilakukan oleh aparat
kepolisian. Menurutnya, pencurian perkara dilakukan tanpa melalui mekanisme
pembuktian yang utuh dan transparan. Setidaknya terdapat empat poin penting yang
menjadi dasar persetujuan pihak pelapor:
1. Ketidakprofesionalan Penanganan
Penyusunan dinilai tidak menjalankannya secara profesional karena tidak
memeriksa saksi-saksi kunci dan mengabaikan bukti-bukti yang dibawa oleh
pelapor. Bukti tambahan yang disampaikan juga tidak mendapat tanggapan yang
layak atau tindak lanjut yang mampu.
2. Kurangnya Transparansi Informasi
Klien tidak memperoleh SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil
Penyudikan) sebagaimana mestinya. Terlebih lagi, diketahui bahwa surat-surat terkait
proses hukum tersebut dikirimkan ke alamat yang salah. Kesalahan pengiriman
ini berakhir pada lambatnya informasi kepada pelapor dan ketenangan
proses penjelasan atau persetujuan yang dapat disampaikan tepat waktu.
3. Penghentian Penyelidikan Tanpa Dasar yang Jelas
Penerbitan SP3 dilakukan tanpa permintaan bukti tambahan atau konfirmasi
kepada pelapor. Padahal, substansi perkara belum terungkap sepenuhnya, dan
masih terdapat banyak celah yang layak digali lebih dalam oleh penyidik.
4. Kesalahan Administratif Serius
Penyudik juga diduga melakukan kesalahan dalam penulisan nomor laporan polisi
serta mencantumkan alamat pelapor secara tidak akurat. Hal ini bukan hanya
menjadi masalah administratif, tetapi juga berimplikasi langsung pada keabsahan
proses komunikasi hukum dan dapat menegakkan substansi kasus.
Payung Hukum yang diduga dilanggar.
Menurut Dr. Manotar, prosedur rangkaian yang tidak sesuai tersebut telah dicederai
prinsip- prinsip dasar penyelidikan sebagaimana diatur dalam beberapa instrumen
hukum dan etik profesi kepolisian:
1) Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi
dan Komisi Kode Etik Polri, yang mewajibkan setiap penyidik untuk bertindak
profesional, akuntabel, dan menghormati hak masyarakat dalam proses hukum.
2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia, yang tingginya pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam
pelaksanaan tugas-tugas kepolisian.
3) Prinsip Due Process of Law dalam sistem tuntutan pidana yang menuntut
setiap proses hukum berjalan sesuai prosedur demi keadilan substantif.
Pertemuan Gelar Perkara Ulang
Dr. Manotar menyampaikan bahwa menghentikannya secara resmi meminta kepada Direktorat
Pengawasan Penyudikan Polda Metro Jaya untuk:
1. Melaksanakan gelar perkara ulang secara terbuka dan akuntabel, serta
melibatkan unsur pengawasan internal dan pelapor sebagai korban utama dalam
perkara.
2. Melakukan peninjauan kembali terhadap dasar pencurian perkara,
termasuk mengumpulkan seluruh bukti yang telah dan belum dipertimbangkan oleh
Penyelidik sebelumnya.
3. Mengambil langkah-langkah korektif dan penegakan etik terhadap oknum penyidik
yang terbukti melakukan penyimpangan prosedur, demi menjaga integritas
lembaga kepolisian.
Sebagai bentuk keseriusan dalam upaya hukum ini, tim kuasa hukum telah
menyampaikan pengaduan resmi kepada PROPAM Mabes Polri dengan Nomor
Registrasi : SPSP2/002567/VI/2025/BAGYANDUAN. Selain itu, mereka juga
menyatakan kesiapannya untuk menyerahkan seluruh dokumen pendukung, termasuk
bukti komunikasi, surat-menyurat, serta menghadirkan Saksi-saksi dalam forum gelar
perkara yang akan digelar.
Dalam wawancara singkat, Dr. Manotar menyatakan:
“Ini bukan hanya masalah kasus klien saya. Ini masalah hak setiap warga negara
negara untuk mendapat perlakuan adil dan transparan dari lembaga
penegak hukum. Bila hal seperti ini dibiarkan, akan muncul preseden
buruk bahwa penyidikan bisa dihentikan sepihak tanpa pembuktian
yang utuh.”
Surat permohonan gelar perkara ulang yang diajukan oleh Dr. Manotar Tampubolon
menyoroti pentingnya akuntabilitas dalam setiap tahapan penanganan perkara pidana.
Permintaan ini bukan hanya mencakup satu kasus, tetapi juga mencerminkan upaya
kolektif untuk menjaga lembaga marwah kepolisian agar tetap menjadi pelindung dan pengayom masyarakat.
Dengan langkah hukum yang dilakukan secara sah dan argumentatif, diharapkan
institusi Polri, khususnya Subdit Wasidik, dapat menanggapi laporan ini secara
tujuan dan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan. Masyarakat pun menanti, apakah
keadilan hanya menjadi jargon, atau benar-benar ditegakkan dalam praktiknya.