Kejati Babel Tetapkan Empat Tersangka Korupsi Pemeliharaan BWS, Uang Rp5,29 M Disita
Pangkalpinang, Growmedia,indo,com– Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepulauan Bangka Belitung kembali menguak tabir gelap praktik korupsi di lingkungan pemerintahan. Kali ini, empat orang resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pada kegiatan pemeliharaan rutin yang dilaksanakan oleh Balai Wilayah Sungai (BWS) Provinsi Babel. Nilai proyek tersebut mencapai Rp30,49 miliar, namun diduga kuat hanya dijadikan modus pencairan dana tanpa pelaksanaan pekerjaan yang nyata.
Skandal ini menjadi sorotan tajam karena melibatkan oknum penting dalam struktur proyek BWS, termasuk pejabat pembuat komitmen (PPK) dan satuan kerja (Satker). Dari hasil penyidikan, penyidik Kejati Babel berhasil menyita uang negara senilai Rp5,29 miliar sebagai barang bukti hasil korupsi.
Asisten Intelijen Kejati Babel, Fadil Regan, menyampaikan bahwa praktik haram ini berlangsung pada tahun anggaran 2023 hingga 2024. Kegiatan pemeliharaan dilakukan oleh Satker Operasi dan Pemeliharaan (OP) BWS Babel menggunakan sistem swakelola tipe 1, di mana penyedia ditunjuk langsung secara administratif oleh PPK.
Namun, alih-alih digunakan sesuai peruntukan, sistem swakelola ini dijadikan kamuflase untuk membagi-bagi anggaran secara ilegal.
“Perusahaan yang ditunjuk hanya sebagai formalitas. Mereka tidak mengerjakan proyek, tapi tetap menerima fee sekitar 3 persen dari setiap pencairan. Dana sisanya dikelola langsung oleh oknum proyek,” ungkap Fadil dalam keterangan pers, Rabu (25/6/2025).
Empat tersangka yang telah ditetapkan dan ditahan oleh Kejati Babel antara lain:
RS, pejabat Satker OP BWS Babel periode 2023–2024.
MSA, pejabat pembuat komitmen (PPK) OP II Wilayah Belitung.
OA, juga pejabat PPK OP II Wilayah Belitung.
Satu oknum lain dari lingkungan Satker dan Pemeliharaan BWS Babel, yang identitasnya belum diungkap secara lengkap kepada publik.
Keempat tersangka kini mendekam di Lapas Kelas IIA Pangkalpinang untuk menjalani masa penahanan selama 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 25 Juni 2025 hingga 14 Juli 2025.
Menurut Fadil, modus operandi dalam perkara ini terbilang licik namun sistematis. Proyek fisik hanya dilaporkan secara administratif, sementara di lapangan tidak ada pekerjaan berarti.
Penunjukan rekanan dilakukan untuk menyiasati regulasi, namun kontrak kerja hanya sekadar stempel pengalihan dana.
Lebih lanjut, kasus ini membuka kembali luka lama tentang celah penyalahgunaan anggaran di proyek-proyek pemerintahan, terutama yang menggunakan sistem swakelola.
Di atas kertas, sistem swakelola bertujuan mulia: mendorong efisiensi, transparansi, serta melibatkan komunitas lokal.
Namun, dalam praktiknya, justru sering dijadikan kedok untuk pencucian anggaran oleh kelompok-kelompok dalam proyek.
Kejati Babel menegaskan bahwa proses penyidikan masih berlangsung dan tidak menutup kemungkinan adanya penambahan tersangka baru.
Fadil menyampaikan pihaknya sedang mendalami aliran dana dan keterlibatan pihak lain, baik internal BWS maupun dari luar instansi.
“Kami terus mendalami siapa saja yang mendapat keuntungan dari skema ini. Fokus kami adalah memulihkan kerugian negara dan mengungkap aktor intelektual di baliknya,” tegasnya.
Publik menanti langkah lanjutan Kejati Babel dalam membongkar skema ini secara utuh, terlebih dana yang digelontorkan berasal dari APBN yang seharusnya dinikmati rakyat melalui infrastruktur sungai dan irigasi yang layak.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa integritas pengelolaan anggaran negara harus diperkuat. Proyek infrastruktur yang sejatinya menjadi tulang punggung pembangunan justru disulap menjadi ladang korupsi oleh oknum tak bertanggung jawab.
Kini, perhatian tertuju pada langkah Kejati Babel: akankah kasus ini jadi awal bersih-bersih besar di tubuh BWS dan kementerian terkait, atau justru berhenti pada empat nama? (KBO Babel)
Posting Komentar