Yogi Maulana, Penambang Berbaju Legislator? Provokasi, Pasir Timah, dan Ancaman Hukum

Caption: Yogi Maulana anggota DPRD Babel

Pangkalpinang, Growmedia,indo,com–
Situasi politik dan ekonomi di Bangka Belitung kembali memanas. Kali ini bukan hanya soal konflik tata niaga timah antara PT Timah, smelter swasta, dan penambang rakyat, tetapi juga terkait peran seorang oknum anggota DPRD yang diduga ikut menyulut provokasi di media sosial. Rabu (1/10/2025).

Adalah Yogi Maulana, politisi Partai Gerindra yang kini duduk di kursi DPRD, namanya terseret setelah sebuah akun TikTok bernama *@kmzean01* mengunggah video dengan seruan keras untuk “Nepalkan PT Timah”.

Dalam narasi video itu, terdengar ajakan agar aksi demonstrasi mendatang lebih keras dibanding sebelumnya yang digelar di DPRD dan dinilai gagal.

"Nepalkan kantor PT Timah,” begitu suara narasi yang terdengar jelas dalam video tersebut.

Tidak hanya itu, akun yang sama juga mengunggah konten lebih ekstrem:
"Menolak semua info kecuali ngebom PT Timah.”

Unggahan itu sempat viral, ditonton lebih dari 18 ribu kali, dan menuai reaksi keras dari warganet.

Publik Resah, Potensi Anarkis Mengintai
Respons publik pun terbelah. Sebagian warganet mengecam keras ajakan tersebut karena dinilai bisa memperkeruh situasi dan mengarah pada tindakan anarkis.

“Apa pun masalahnya, narasi demo dengan seruan ‘Nepalkan’ itu berbahaya. Jangan sampai Bangka Belitung kacau hanya karena persoalan tambang,” tulis seorang netizen.

Namun sebagian lain mengekspresikan simpati terhadap nasib penambang kecil, meski menolak cara-cara ekstrem yang berpotensi mengarah ke kekerasan.

Upaya Konfirmasi Gagal
Upaya media untuk meminta klarifikasi langsung kepada Yogi Maulana menemui jalan buntu. Tiga nomor telepon miliknya dicoba dihubungi pada Selasa (30/9/2025), namun seluruhnya dalam kondisi tidak aktif.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi baik dari Yogi maupun DPD/DPP Partai Gerindra terkait polemik tersebut.

Rekam Jejak Buram: Dari Penambang ke Politisi
Yogi Maulana sejatinya bukan sosok asing dalam dinamika pertambangan di Bangka Belitung.

Sebelum terjun ke dunia politik, ia dikenal sebagai salah satu pelaku usaha tambang pasir timah.

Informasi yang dihimpun menyebut, aktivitas usahanya tidak sepenuhnya “bersih”.

Jejak rekam ini menguatkan dugaan adanya conflict of interest. Seorang legislator yang seharusnya memperjuangkan kepentingan rakyat justru ditengarai memiliki keterkaitan dengan praktik tambang yang kini sedang ditertibkan oleh pemerintah dan aparat penegak hukum.

Langkah pemerintah menertibkan tambang ilegal memang menimbulkan resistensi di lapangan.

Namun, bila seorang wakil rakyat yang memiliki rekam jejak sebagai penambang ikut menyulut provokasi, publik patut mempertanyakan integritas dan keberpihakannya.

Potensi Pelanggaran Hukum
Ajakan provokatif di media sosial, terlebih bila dikaitkan dengan seorang pejabat publik, bisa masuk ke ranah pidana.

Ada beberapa regulasi yang berpotensi dilanggar:

1.UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik)
Pasal 28 ayat (2) UU ITE menegaskan, siapa pun yang menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA maupun menghasut kerusuhan, dapat dipidana penjara hingga 6 tahun dan/atau denda hingga Rp1 miliar.

2. UU Terorisme (UU No. 5 Tahun 2018)
Narasi “ngebom PT Timah” dapat dikategorikan sebagai ancaman teror. Meski berbentuk konten digital, pernyataan tersebut memenuhi unsur ancaman kekerasan yang dapat menimbulkan suasana teror di masyarakat.

3. Kode Etik DPRD dan UU MD3
   Sebagai anggota DPRD, Yogi terikat pada sumpah jabatan untuk menjaga marwah institusi legislatif. Provokasi anarkis jelas bertentangan dengan kode etik serta bisa berimplikasi pada sanksi etik maupun pemberhentian dari jabatan.

Politik Tambang yang Berbahaya
Kasus ini menyingkap wajah lain dari politik lokal di Bangka Belitung: **politik tambang**. Relasi erat antara sebagian legislator dengan kepentingan pertimahan membuat setiap kebijakan penertiban tambang ilegal selalu menimbulkan gesekan.

Padahal, kerugian negara akibat tata niaga timah yang carut-marut diperkirakan mencapai ratusan triliun rupiah. PT Timah bersama aparat gabungan tengah berupaya menata ulang industri ini, termasuk menindak smelter nakal dan penambangan tanpa izin.

Bagi sebagian masyarakat, langkah ini diharapkan dapat mengembalikan marwah Bangka Belitung sebagai daerah penghasil timah yang dikelola untuk kesejahteraan bersama.

Namun bagi kelompok yang selama ini diuntungkan oleh praktik tambang ilegal, penertiban ini dianggap sebagai ancaman mata pencaharian.

Di titik inilah provokasi seorang legislator menjadi berbahaya. Alih-alih menyalurkan aspirasi rakyat secara elegan, ia justru membuka ruang chaos yang bisa menelan korban sosial maupun politik.

Menunggu Sikap Partai dan Aparat
Hingga kini, belum ada sikap resmi dari Partai Gerindra terkait pernyataan Yogi Maulana. Padahal, sebagai partai besar yang kerap mengusung narasi nasionalisme dan supremasi hukum, publik menanti langkah tegas dari internal partai.

Di sisi lain, aparat penegak hukum dituntut untuk tidak ragu menindak siapapun yang melanggar aturan, termasuk seorang anggota DPRD.

Sebab hukum tidak boleh pandang bulu, terlebih bila provokasi yang dilontarkan berpotensi memicu tindakan anarkis yang membahayakan stabilitas daerah.

Seruan “Nepalkan PT Timah” dan narasi ekstrem tentang “ngebom” bukanlah sekadar ujaran emosional.

Ia merupakan simbol dari konflik kepentingan yang bercokol di tubuh politik lokal. Jejak buram Yogi Maulana sebagai penambang pasir timah “tak bersih-bersih amat” mempertegas bahwa ada kepentingan pribadi yang terselip di balik teriakannya.

Bangka Belitung saat ini butuh kesejukan politik, bukan api provokasi.

Publik menanti apakah hukum benar-benar ditegakkan tanpa kompromi, atau justru tunduk pada kekuatan politik tambang yang selama ini menjadi “raja tak terlihat” di negeri penghasil timah terbesar di Indonesia. (KBO Babel)

Ayo! Baca Juga
Lebih baru Lebih lama

Tag Terpopuler

Iklan


Iklan



نموذج الاتصال