GARDA Solo Raya Menolak Keras Kehadiran Maxride di Surakarta

GARDA Solo Raya Menolak Keras Kehadiran Maxride di Surakarta

SURAKARTA - Growmedia-indo.com
Sejak beberapa tahun terakhir, persoalan regulasi transportasi online terus menjadi ranah perdebatan tanpa penyelesaian tuntas. Di Surakarta konflik lama itu kembali mengemuka setelah munculnya layanan ojek roda tiga baru bernama Maxride yang mulai terlihat beroperasi. Kehadiran Maxride memantik penolakan keras dari organisasi pengemudi lokal dan menambah lapisan baru pada ketegangan yang sudah berakar antara pelaku usaha teknologi, pengemudi, dan otoritas daerah (06/10/2025).

GARDA SOLO RAYA, organisasi pengemudi yang selama ini vokal dalam memperjuangkan kepentingan anggotanya, menyatakan penolakan tegas. Bambang Wijanarko yang akrab dipanggil Uye, Ketua umum organisasi itu menegaskan bahwa inti penolakan bukan semata rivalitas pasar, melainkan masalah perizinan yang belum lengkap dan potensi gangguan terhadap keseimbangan ekosistem transportasi lokal. Kekhawatiran muncul bukan hanya soal izin administratif tetapi tentang bagaimana keputusan kebijakan akan mempengaruhi pendapatan, keselamatan, dan posisi tawar pengemudi yang selama ini bergantung pada aturan yang relatif belum stabil.

Dalam pertemuan awal antara pimpinan GARDA SOLO RAYA dan perwakilan Maxride, perusahaan mengakui hanya memiliki Nomor Induk Berusaha untuk showroom dan belum melengkapi izin operasional yang semestinya. Pengakuan ini memperkuat argumen bahwa aktivitas operasional di ruang publik seharusnya tidak dimulai sebelum semua persyaratan terpenuhi. Rumor bahwa Surakarta dipilih sebagai pilot project sebelum ekspansi ke wilayah eks-karesidenan menambah tekanan pada Pemerintah Kota dan Dinas Perhubungan untuk segera memberi kepastian, karena implikasi kebijakan akan meluas ke wilayah yang lebih besar.

Uye juga menekankan dampak praktis dari kehadiran platform baru tanpa payung hukum yang jelas perlu dipertimbangkan secara serius. Pertama, kompetisi tarif yang tidak diatur berisiko menurunkan pendapatan pengemudi tradisional dan merusak struktur ekonomi yang sudah berjalan. Bila pemain baru menawarkan insentif penetrasi pasar yang agresif, solidaritas dan bargaining power pengemudi lokal berpotensi terkikis. Kedua, karakter teknis ojek roda tiga menghadirkan tantangan keselamatan berbeda dari kendaraan roda dua konvensional, manuver, ruang lalu lintas, serta standar kendaraan memerlukan adaptasi aturan lalu lintas dan pengawasan tersendiri. Ketiga, ketidakjelasan status perizinan membuka celah tanggung jawab hukum bila terjadi kecelakaan, pelanggaran, atau sengketa layanan, sehingga masyarakat dan pengemudi berada dalam situasi hukum yang rawan.

GARDA SOLO RAYA telah merumuskan tuntutan konkret yang menekankan kepastian hukum dan keselamatan publik. Tuntutan pertama adalah memastikan setiap platform transportasi baru memenuhi seluruh persyaratan administratif dan teknis yang ditetapkan Pemkot bersama Dinas Perhubungan. Tuntutan kedua menuntut audit kepatuhan menyeluruh terhadap aspek keselamatan jalan, standar kendaraan, serta jaminan asuransi bagi penumpang dan pengemudi. Tuntutan ketiga meminta keterlibatan organisasi pengemudi lokal dalam proses verifikasi dan pengawasan sebelum layanan baru diberi izin operasional penuh, agar keputusan yang diambil mencerminkan keseimbangan kepentingan semua pihak.

Secara strategis GARDA SOLO RAYA juga mendorong langkah-langkah tata kelola praktis, penerbitan surat teguran resmi jika perizinan belum lengkap, moratorium sementara terhadap ekspansi layanan sampai standar dipenuhi, dan pembentukan forum dialog yang melibatkan pemerintah kota, perusahaan, dan perwakilan pengemudi untuk menyusun kesepakatan operasional yang adil. Uye Ketua Organisasi GARDA SOLO RAYA juga menegaskan kesiapan memakai opsi tekanan, termasuk aksi massa, bila dialog dan proses administrasi tidak menghasilkan kepastian. Ancaman tindakan kolektif itu bukan semata gertak, melainkan alat negosiasi dalam konteks sejarah hubungan tegang antara inovasi teknologi dan pelaku ekonomi tradisional.

Bagi Pemerintah Kota langkah yang diambil bersifat krusial secara politis dan administratif. Keputusan mengenai Maxride akan menjadi preseden bagaimana inovasi layanan diuji terhadap norma keselamatan, kepentingan publik, dan keadilan ekonomi di kota menengah. Penegakan aturan yang cepat dan transparan akan memperkuat kepercayaan publik terhadap kapasitas pemerintah dalam mengelola perubahan. Sebaliknya, lambatnya respons atau ketidakjelasan kebijakan berpotensi memicu protes sosial dan gangguan layanan yang merugikan banyak pihak.

Mencari solusi tunggal tidaklah cukup, yang diperlukan adalah kombinasi penguatan aturan administratif, dialog inklusif, dan kesiapan pengawasan operasional di lapangan. Pemerintah harus menempatkan aspek keselamatan dan kepastian hukum sebagai prioritas tanpa menutup ruang inovasi yang membawa manfaat bagi publik. Perusahaan baru diwajibkan mematuhi standar operasional yang jelas, sementara pengemudi diberi proteksi agar proses kompetisi tidak menghabiskan kesejahteraan mereka.

Kondisi saat ini menuntut semua pihak menahan diri dari langkah-langkah eskalatif dan memilih jalur dialog berbasis data serta transparansi proses perizinan. Jika unsur kepatuhan terpenuhi dan mekanisme kompensasi serta jaminan keselamatan dipastikan, integrasi layanan baru bisa dilakukan dengan minim konflik. Namun bila proses administratif diabaikan atau syarat dipenuhi setengah hati, gesekan antara aspirasi bisnis baru dan hak-hak pelaku tradisional akan terus berulang.

Surakarta perlu menjaga kondusifitas agar kota tidak kembali gaduh ketika situasi mulai mereda. GARDA SOLO RAYA menyatakan komitmen menjaga ketertiban umum sambil menuntut keadilan bagi anggotanya. Ke depan yang dibutuhkan bukan konflik terbuka tetapi tata kelola yang memadukan kepastian hukum, keselamatan publik, dan ruang inovasi yang adil bagi seluruh pemangku kepentingan.

( Pitut Saputra )
Ayo! Baca Juga

Pitut Saputra

Wartawan || Seniman || Freelance Adventure

Lebih baru Lebih lama

Tag Terpopuler

Iklan


Iklan



نموذج الاتصال