Geliat Olahraga di Gedung Badminton Desa Tjokro

Geliat Olahraga di Gedung Badminton Desa Tjokro

KLATEN-Growmedia-indo.com
Di antara hiruk-pikuk pedagang kaki lima dan gemerlap atraksi budaya pariwisata Desa Tjokro, berdiri sebuah oase kebugaran sederhana, Gedung Badminton SDN 1 Cokro. Bangunan yang tampak polos ini sesungguhnya menyimpan denyut olahraga dan keakraban antar warga. Dari pelajar hingga petani, siapa pun bisa mengayunkan raket, mengejar kok, dan merasakan semangat kolektif terpadu di lapangan hijau imitasi yang menyala di bawah lampu neon (04/09/2025).

Geliat aktivitas tersebut dikelola oleh pasangan suami-istri yang akrab disapa Kembar dan Putri. Kembar menyambut setiap tamu dengan senyum dan sapaan hangat, sementara Putri mengendalikan kantin demi melengkapi pengalaman sore. Mereka berdua menjadi jembatan ramah yang mengundang orang berlainan latar untuk berbaur. Kesederhanaan fasilitas tak menghalangi niat mereka menumbuhkan ruang inklusif, di mana olahraga menjadi perekat dan pemersatu berbagai kalangan.

Setiap sore menjelang petang, pintu gedung telah terbuka. Lampu neon menyala menandai dimulainya energi baru. Kembar memastikan raket tersedia, net terpasang kokoh, dan keranjang kok selalu terisi. Satu demi satu atlet desa sekitar melintas di ruang antri, dipandu kerlip lampu yang menuntun ke arena. Atmosfernya hangat, bebas dari kesan formal, membuat setiap langkah di atas lapangan terasa seperti undangan untuk bergerak dan bersenang senang bersama.

Di sudut lain stand, kantin milik Putri memancarkan aroma kopi hangat dan jajanan sederhana. Nasi bungkus, mie goreng, hingga air mineral dingin tersaji rapi, siap menemani pertandingan. Di sinilah ruang tawa dan obrolan ringan terbentuk. Antara satu gigitan gorengan dan seruput kopi, muncul cerita tentang smash spektakuler, rencana kerja bakti desa, hingga keluh kesah seputar tugas sekolah atau urusan tetangga.

Momen-momen kecil di kantin sering berubah menjadi diskusi santai. Sekelompok remaja menertawakan keluguan smash pertama, petani menyalurkan aspirasi soal irigasi, dan ibu-ibu berbagi tips memasak untuk gotong royong besok. Obrolan mengalir alami, seakan lapangan bulu tangkis menjadi pusat koordinasi sosial. Interaksi inilah yang membuat Gedung Badminton SDN 1 Cokro lebih dari sekadar tempat olahraga, ia menjadi ruang komunitas hidup.

Rabu malam adalah tradisi tak tertulis di sini. Tim olahragawan dari karyawan River Moon rutin datang dengan formasi lengkap. Mereka datang untuk sparing, memamerkan teknik backhand mematikan, sekaligus memancing antusiasme warga lokal. Suara kok yang dipukul bergantian dan derap langkah saling mengejar terpadu dalam simfoni semangat. Warga yang awalnya ragu tiba-tiba terdorong mengangkat raket, merasakan adrenalin kompetisi, dan merajut keberanian baru di Arena lapangan.

Setiap malam Sabtu biasanya biasanya gedung badminton ini membawa gelombang booking mendadak. Setelah pulang kerja, banyak warga desa memutuskan melepas penat di arena. Lapangan yang semula lengang pada hari biasa, seketika padat dengan warna jersey dan tas jinjing berisi sepatu. Bahkan pendatang dari desa tetangga rela menembus jalan berdebu untuk merasakan getar persaingan sehat tersebut. Keseruan Sabtu malam menjadi ruang berbagi keringat dan senyum di bawah langit malam desa Tjokro.

Di hari libur atau jam-jam sepi, Gedung Badminton SDN 1 Cokro tak pernah terkunci sepenuhnya. Pelajar yang kecewa kalah turnamen catur, petani yang butuh jeda pikiran, sampai kakek-kakek yang rindu menggenggam raket, semua dipersilahkan masuk. Kebebasan ini menumbuhkan partisipasi lintas usia. Siapa pun boleh menapak batas lapangan dan merasakan kegembiraan berlaga, tanpa embel-embel status sosial atau usia.

Keberagaman usia inilah yang membuat interaksi antar generasi hidup. Kakek-kakek menasehati teknik grip pada anak-anak SD, sementara remaja belajar sabar menunggu giliran dari para orang tua. Lapangan bulu tangkis seolah berubah menjadi ruang belajar informal, tempat nilai sportivitas diuji, rasa hormat dipupuk, dan cerita antargenerasi tercipta. Wadah seperti ini jarang ditemui, sehingga gedung badminton menjadi unik dan berharga bagi masyarakat desa.

Biaya sewa yang super terjangkau, hanya tiga puluh ribu rupiah per sesi dan bisa bermain sepuasnya, dirancang agar tak membebani. Dengan tarif tersebut, satu keluarga ayah, ibu, dan anak dapat menikmati olahraga bersama tanpa memusingkan biaya. Bagi Kembar, keuntungan finansial tidak melulu jadi tujuan utama. Ia ingin menciptakan ruang inklusif, di mana olahraga dan kebersamaan dapat dirasakan siapa pun, terlepas dari latar sosial ekonomi.

Seiring waktu, Gedung Badminton SDN 1 Cokro menyerap lebih dari sekadar kok dan raket. Ada siswi SMA yang menemukan disiplin baru lewat latihan teratur, meningkatkan nilai rapornya. Seorang tukang bakso yang awalnya hanya sibuk keliling pasar, kini menyempatkan diri berolahraga, lalu terinspirasi menciptakan menu sehat. Bapak pensiunan pun kembali bugar, dan termotivasi berbagi resep pola hidup aktif sambil menantang lawan yang sepadan sparing badminton di lapangan.

Lebih dari sekadar olahraga, tempat ini menjadi markas sosial. Antrian di kantin beralih jadi forum diskusi turnamen antar desa, perkembangan infrastruktur, hingga jadwal gotong royong balai desa. Warga saling bertukar informasi dan relasi pun terbentuk. Dulunya simpul-simpul komunitas tersekat oleh peran sehari-hari, kini jalinan persahabatan terbuka antar warga desa, memperkuat solidaritas dan rasa memiliki.

Pada jam waktu malam terakhir, lampu neon yang menuntun setiap kok berderapan memancarkan keberdayaan. Bagi para pemuda yang rentan terjerumus perilaku negatif, gedung ini menawarkan alternatif positif, untuk berlomba dalam sportivitas, mengasah strategi tim, dan merajut persahabatan antar kelompok. Kembar menolak menutup lampu terlalu awal, karena setiap cahaya di lapangan berarti harapan baru bagi generasi yang haus peluang.

Menjelang tutup pada pukul sebelas malam, bangku plastik di pinggir lapangan dipenuhi cerita penutup. Sepasang remaja merancang turnamen informal, komunitas pemuda berembuk soal laga amal untuk panti asuhan, dan Kembar serta Putri menyusun laporan harian, jumlah tamu, peralatan yang perlu diperbaiki, dan stok kantin yang harus diisi ulang. Satu hari yang dimulai dari pukul tiga sore berakhir dalam rasa syukur atas kebersamaan.

Bayangan wisatawan di Jalan Desa Tjokro mungkin tak menyadari denyut kehidupan di balik gerbang itu. Namun bagi warga setempat, Gedung Badminton SDN 1 Cokro telah menelurkan kisah tentang kebugaran tubuh, persaudaraan tanpa batas usia, serta transformasi komunitas. Di tengah hingar-bingar pariwisata, sebuah lapangan bulu tangkis sederhana yang menjadi saksi betapa olahraga mampu merangkul setiap insan untuk bermain, berkeringat, dan tumbuh bersama.

( Pitut Saputra )
Ayo! Baca Juga

Pitut Saputra

Wartawan || Seniman || Freelance Adventure

Lebih baru Lebih lama

Tag Terpopuler

Iklan


Iklan



نموذج الاتصال