gr Suara Rakyat Menggema di Pangkalpinang: Warga Desak Zona Zero Tambang di Perairan Batu Beriga


Suara Rakyat Menggema di Pangkalpinang: Warga Desak Zona Zero Tambang di Perairan Batu Beriga

Table of Contents


Pangkalpinang, Growmedia,indo,com-
Ribuan warga dari berbagai pelosok Kepulauan Bangka Belitung turun ke jalan, Senin (21/7/2025), mengepung Kantor Gubernur di Pangkalpinang.

Mereka datang membawa satu pesan: *hentikan rencana penambangan di perairan Batu Beriga, Bangka Tengah.

Diperkirakan 5.000 peserta dari desa-desa pesisir seperti Batu Beriga, Tanjung Labu, Lepar Pongok, Tanjung Berikat, dan Lubuk Besar ikut serta dalam aksi massa damai ini.

Mereka datang tidak hanya sebagai nelayan dan warga, tetapi sebagai penjaga laut yang merasa hak hidup mereka tengah dirampas oleh rencana pertambangan.

“Permasalahan ini sudah lama kami suarakan. Tapi sampai sekarang, tidak ada kejelasan. Jika laut kami diambil, lalu dari mana kami makan?” teriak salah satu perwakilan warga Batu Beriga dari atas mobil komando, disambut sorakan massa aksi.

Tuntutan utama mereka adalah pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di wilayah perairan Batu Beriga dan penetapan kawasan tersebut sebagai *zona zero tambang*, atau kawasan larangan penuh bagi segala bentuk aktivitas penambangan.

Sorotan tajam juga datang dari organisasi lingkungan WALHI Kepulauan Bangka Belitung.

Direktur Eksekutif WALHI Babel, Ahmad Subhan Hafiz, menyatakan dukungan penuh terhadap aksi warga dan menilai bahwa pemerintah harus segera mengambil langkah konkret.

“Kami mendesak tiga hal: hentikan penerbitan izin baru, evaluasi seluruh IUP yang merusak, dan segera pulihkan ekosistem yang sudah hancur akibat tambang timah ugal-ugalan. Perairan Batu Beriga dan Batu Perahu harus ditetapkan sebagai zona tangkap nelayan,” ujar Hafiz saat memberi orasi.

Menurut Hafiz, Gubernur telah menyatakan dukungan dan siap mengirimkan surat rekomendasi ke pemerintah pusat.

Namun, ia mengingatkan bahwa tekanan publik sangat dibutuhkan untuk memastikan janji tersebut tidak menguap di tengah jalan.

Aspirasi penolakan juga menggema dari masyarakat Tanjung Labu. Rela, seorang pedagang yang mengandalkan nelayan sebagai pelanggan utama, mengaku cemas jika tambang diizinkan beroperasi.

“Kalau nelayan tak bisa melaut, kami juga tak bisa makan. Semua akan terdampak,” katanya.
Pernyataan serupa datang dari tokoh masyarakat Lepar Pongok yang menegaskan bahwa tradisi dan sejarah warga pesisir adalah sebagai pelaut, bukan penambang.

Laut bukan cuma tempat mencari ikan, tapi warisan kehidupan kami. Jangan cabut akar kami dari tanah ini,” tegasnya.

Aksi ini merupakan kelanjutan dari perjuangan panjang masyarakat Desa Batu Beriga yang telah dimulai sejak tahun 2005.

Lebih dari sekadar menolak tambang, aksi ini mencerminkan pertarungan antara kelestarian lingkungan hidup dan kepentingan industri ekstraktif.

Kini, semua mata tertuju pada langkah pemerintah pusat dan seberapa serius janji-janji pejabat daerah dikawal hingga tuntas.

Sebab bagi masyarakat pesisir Babel, ini bukan hanya soal lingkungan, tapi soal masa depan yang hendak mereka pertahankan bersama.

Posting Komentar