Kades Ramang vs PT AGL Pulang Pisau: Ahli Pidana Nilai Kasus Tak Layak Jadi Perkara Pidana
Daftar Isi
KALTENG, PULANG PISAU, growmedia-indo.com — Sidang perkara dugaan pemalsuan dokumen oleh Kepala Desa Ramang, Ramba, kian menyedot perhatian. Dalam sidang keenam yang digelar di Pengadilan Negeri Pulang Pisau pada Rabu, 16 Juli 2025, sorotan tajam diarahkan pada dugaan pemaksaan unsur pidana dalam perkara yang oleh sejumlah pihak justru dinilai kental dengan nuansa administratif dan perdata.
Puncaknya, dalam pemeriksaan ahli pidana yang diajukan tim penasihat hukum, perdebatan tajam mencuat ke permukaan. Bernadus Letlora, SH, MH, pakar hukum pidana yang dihadirkan sebagai saksi ahli, menyatakan bahwa konstruksi perkara tidak masuk kategori pidana sebagaimana yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Dokumen yang dipersoalkan adalah Surat Keterangan Tanah (SKT), yang penerbitannya dilakukan oleh aparatur desa atas dasar permintaan warga. Ini ranah administrasi pemerintahan desa, bukan kejahatan,” ujar Bernadus dalam keterangannya, Kamis 17 Juli 2025.
![]() |
DENNY/GROWMEDIA - Penasihat Hukum terdakwa, Haruman Supono, SE., SH., MH., AAIJ |
Lebih jauh, ia menyebut prinsip in criminalibus probationes debent esse luce clariores sebagai dasar argumentasi, yakni dalam perkara pidana, pembuktian harus seterang cahaya. Jika masih terdapat keraguan, maka semestinya perkara itu tidak dipaksakan ke jalur pidana.
Sejalan dengan keterangan ahli, penasihat hukum terdakwa, Haruman Supono, SE., SH., MH., AAIJ, menegaskan bahwa SKT yang menjadi dasar perkara sejatinya sudah dicabut oleh pemerintah desa sebelum proses hukum berlangsung. “Kalau suratnya sudah tidak berlaku, bagaimana mungkin masih dianggap sebagai tindak pidana?” tegasnya.
Menurut Haruman, sengketa ini berakar dari konflik lahan antara perusahaan PT Agrindo Green Lestari dan warga desa, yang kemudian memicu penerbitan SKT oleh Kepala Desa Ramba. Namun belakangan, SKT tersebut digugat dengan tuduhan pemalsuan.
“Faktanya, perusahaan tetap melakukan pembayaran ganti rugi berdasarkan dokumen tersebut. Anehnya, yang dijadikan terdakwa justru kepala desa, bukan pihak yang menerima uang,” imbuhnya dengan nada heran.
Tak hanya itu, Haruman juga mempertanyakan akurasi pasal yang digunakan dalam dakwaan. Ia menilai JPU salah menerapkan pasal. “Kalaupun ada dugaan manipulasi dokumen, seharusnya menggunakan Pasal 266 KUHP juncto Pasal 55, bukan Pasal 263 tunggal,” katanya.
Persidangan berlangsung panas hingga malam hari, diselingi perdebatan tajam antara JPU dan tim penasihat hukum. Ahli pidana dari JPU, Dr. Rikki, SH, MH, memberikan pandangan yang berbeda, namun pengacara terdakwa menyebut argumentasi tersebut tidak membumi dan terlalu memaksakan unsur pidana.
“Pidana itu ultimum remedium, bukan sarana pembalasan. Dalam sistem hukum yang sehat, pidana digunakan sebagai langkah terakhir, bukan senjata utama,” tegas Bernadus.
![]() |
DENNY/GROWMEDIA - Ahli hukum pidana dari pihak terdakwa, Bernadus Letlora, SH, MH |
Dua saksi fakta dari pihak terdakwa juga dihadirkan, membenarkan bahwa penerbitan SKT dilakukan secara kolektif oleh perangkat desa, bukan keputusan tunggal kepala desa. Hal ini, menurut penasihat hukum, menjadi bukti bahwa tanggung jawab tidak bisa dibebankan sepenuhnya kepada terdakwa.
Sementara itu, Haruman juga menyinggung lemahnya pendampingan hukum pada tahap awal penyidikan. “Kami baru masuk di tahap persidangan, dan banyak kejanggalan yang sebelumnya luput diurai,” ungkapnya kepada wartawan.
Ia bahkan menyebut ada indikasi kuat bahwa kasus ini sarat tekanan politik dan kepentingan tertentu. “Seorang kepala desa bisa dikriminalisasi hanya karena menjalankan fungsi pelayanan kepada warga. Ini preseden buruk bagi otonomi desa,” tandasnya.
Meski status hukum Ramba belum inkrah, Haruman menegaskan bahwa jabatan kepala desa tidak otomatis dicabut sebelum ada putusan yang berkekuatan hukum tetap. “Kami tetap menjunjung proses hukum. Tapi keadilan juga harus dijunjung tinggi,” katanya.
Sidang lanjutan dijadwalkan pada Senin pekan depan dengan agenda pembacaan tuntutan JPU. Haruman berharap jaksa bisa bersikap objektif berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan.
“Kalau jaksa tetap ngotot dengan pendekatan pidana, maka kami percaya hakim akan memutus lepas atau bebas. Asas in dubio pro reo itu prinsip universal. Kalau ada keraguan, terdakwa harus diuntungkan,” pungkasnya.
![]() |
DENNY/GROWMEDIA - Terdakwa Ramba disambangi keluarga usai persidangan ke - 6 di PN Pulang Pisau |
Dalam penutupnya, Haruman menyerukan agar pengadilan menjadi benteng terakhir keadilan yang bebas dari tekanan. “Lebih baik membebaskan seribu orang bersalah, daripada menghukum satu orang tak bersalah. Ini soal integritas hukum, bukan semata perkara desa,” tutupnya. (DENNY)
Posting Komentar