Timah Ilegal Pantai Angel Mengalir ke Kolektor AH, APH dan Pejabat Bangka Barat Dituding Bungkam
Bangka Barat, Growmedia,indo,com–
Aktivitas tambang timah ilegal di pesisir Pantai Angel, Desa Kemang Masam, Kecamatan Mentok, kembali memantik keresahan warga. Puluhan unit Tambang Inkonvensional (TI) jenis sebu alias tungau beroperasi leluasa menyedot pasir timah sejak pagi hingga dini hari, menghancurkan kawasan pesisir yang semestinya dilindungi. Sabtu (17/5/2025).
Ironisnya, praktik ilegal yang berlangsung terang-terangan itu seolah tak tersentuh oleh aparat penegak hukum (APH).
Bahkan, hasil investigasi lapangan mengungkap keterlibatan sejumlah kolektor timah yang diduga menjadi penadah hasil tambang ilegal tersebut. Nama yang kini santer disebut adalah Bos JIK Teritip, warga yang dikenal luas di kawasan Mentok.
"Timah dari sini dijual ke Bos Jik Teritip. Harganya Rp160 ribu per kilogram," ujar RD, warga setempat kepada awak media, Kamis (15/5/2025).
RD menyayangkan, meskipun praktik ini sudah lama berlangsung, belum terlihat satu pun tindakan tegas dari aparat.
"Kami warga cuma jadi penonton, padahal aktivitas ini sudah jelas-jelas merusak pantai dan bikin keresahan," keluhnya.
Lebih lanjut, sumber lain menyebutkan bahwa Bos JIK tidak hanya berperan sebagai penadah, namun juga menjual hasil timah tersebut ke kolektor besar berinisial AH, yang dikenal berasal dari Desa Bakit, Kecamatan Parit Tiga.
Nama AH bukan nama asing di dunia pertimahan Bangka Barat. Ia dikenal sebagai salah satu ‘cukong besar’ yang memiliki akses kuat ke berbagai lini, termasuk dugaan kemampuan ‘mengondisikan’ aparat agar bisnis haramnya tetap mulus.
Saat dikonfirmasi, Bos JIK tidak membantah bahwa timah yang ia tampung dari Pantai Angel memang dijual ke AH. Hal ini seakan menguatkan dugaan bahwa jaringan tambang ilegal ini terstruktur dan sistematis, dengan alur distribusi yang rapi dari lapangan ke kolektor besar.
Sementara itu, aktivitas di Pantai Angel kian menggila. Suara mesin-mesin isap terus meraung tanpa henti, meninggalkan kerusakan ekosistem dan abrasi pantai yang kian parah.
Ironisnya, hingga kini belum ada langkah konkret dari instansi seperti Polres Bangka Barat, Dinas Lingkungan Hidup, maupun pemerintah daerah.
Keheningan para pemangku kebijakan justru memperkuat kecurigaan publik bahwa ada aliran ‘setoran’ dari para cukong tambang ilegal ini ke oknum-oknum tertentu.
Jika benar, ini bukan hanya soal kerusakan lingkungan, tapi juga pengkhianatan terhadap mandat hukum dan kehancuran moral birokrasi.
Ketika hukum tunduk pada uang, dan penegak hukum diduga menjadi penikmat hasil kejahatan lingkungan, maka jangan salahkan rakyat jika mulai bersuara lantang. Dan jangan pula heran bila kepercayaan publik terhadap negara makin menipis.
Sudah saatnya aparat dan pemerintah daerah mengambil tindakan nyata.
Jika tidak, maka sejarah akan mencatat bahwa kerusakan Pantai Angel adalah buah dari pembiaran dan pengkhianatan kolektif para pemegang kewenangan. (KBO Babel)
Posting Komentar