GWI Kalbar Kecam Pengiriman Kepala Babi dan Tikus ke Kantor Tempo: Ancaman terhadap Kebebasan Pers dan Demokrasi
Daftar Isi
Growmedia-indo.com,Pontianak, Kalimantan Barat – Gabungan Wartawan Indonesia (GWI) Kalimantan Barat mengecam keras aksi teror berupa pengiriman kepala babi dan tikus ke kantor redaksi Tempo di Jakarta. Aksi ini dinilai sebagai bentuk intimidasi yang mengancam kebebasan pers dan prinsip demokrasi di Indonesia.
Ketua DPD GWI Kalbar, Alfian, secara tegas mengutuk insiden yang terjadi pada Selasa (19/3/2025) tersebut. Menurutnya, tindakan premanisme ini tidak hanya menargetkan Tempo sebagai institusi pers, tetapi juga menjadi tamparan bagi kemerdekaan berekspresi yang dijamin Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. “Ini bukan sekadar ancaman terhadap Tempo, melainkan serangan terhadap pilar demokrasi kita,” tegas Alfian dalam konferensi pers di Pontianak, Kamis (22/3/2025).
Insiden pengiriman paket berisi kepala babi dan tikus ke kantor Tempo memicu gelombang kecaman dari berbagai pihak. Alfian menegaskan, aksi teror tersebut merupakan upaya sistematis untuk menekan independensi media dan membungkam kritik jurnalistik. “Kebebasan pers adalah jantung demokrasi. Jika pers dibungkam, ruang publik kita akan mati,” ujarnya.
GWI Kalbar menyoroti bahwa intimidasi terhadap media kerap terjadi dalam beberapa tahun terakhir, mulai dari kekerasan fisik hingga ancaman simbolis seperti kasus ini. Alfian mengingatkan, Pasal 4 UU Pers menjamin perlindungan hukum bagi wartawan dalam menjalankan tugasnya, sementara Pasal 18 mengatur sanksi bagi pihak yang menghalangi kemerdekaan pers. “Pelaku harus diusut tuntas. Ini ujian bagi penegakan hukum kita,” tambahnya.
Dukungan terhadap Tempo juga mengalir dari organisasi pers nasional dan masyarakat sipil. Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP), serta Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyebut aksi ini sebagai bentuk “teror intelektual” yang bertujuan memicu ketakutan di kalangan jurnalis.
Hingga berita ini diturunkan, kepolisian belum mengungkap identitas pelaku atau motif di balik aksi tersebut. “Kami akan prioritaskan penyelidikan ini. Tidak ada ruang bagi premanisme di negara hukum,” tegasnya.
Insiden ini mencuatkan kembali kekhawatiran akan tren kekerasan terhadap pers di Indonesia. Data Dewan Pers mencatat, sepanjang 2023 terdapat 87 kasus kekerasan terhadap wartawan, dengan 32% di antaranya berupa ancaman non-fisik seperti intimidasi daring dan teror simbolis.
Ancaman terhadap kebebasan pers juga berpotensi merusak kepercayaan publik. “Masyarakat butuh media yang bebas dari tekanan untuk mengawal transparansi dan akuntabilitas kekuasaan,” ujar aktivis demokrasi, Fitriani dari Yayasan Tifa Kalbar.
GWI Kalbar mendesak pemerintah dan aparat hukum bersikap proaktif melindungi insan pers. “Jika kasus ini dibiarkan, kita membuka pintu bagi budaya bisu dan impunitas,” pungkas Alfian. Seruan ini diamini puluhan wartawan.
Sebagai penegasan, GWI Kalbar bersama Dewan Pers akan mengawal proses hukum kasus ini sembati mengingatkan media untuk tetap berpegang pada Kode Etik Jurnalistik dalam pemberitaan. Sebab, kebebasan pers bukan hanya hak wartawan, melainkan hak seluruh rakyat Indonesia.(Kzn)
Sumber : Tim Media GWI Kalbar
Posting Komentar