gr Skandal Korupsi Impor Minyak: Dugaan Manipulasi BBM Pertamina Rugikan Negara Rp 193,7 Triliun


Skandal Korupsi Impor Minyak: Dugaan Manipulasi BBM Pertamina Rugikan Negara Rp 193,7 Triliun

Daftar Isi
ilustrasi: kantor Pertamina pusat.(Screenshoot)

Growmedia-indo.com,Jakarta— Kasus dugaan korupsi impor minyak yang melibatkan PT Pertamina dan kualitas BBM jenis Pertamax periode 2018-2023 telah mencuri perhatian publik. Kejaksaan Agung mengungkap skema penyimpangan dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang yang berujung pada kerugian negara mencapai Rp 193,7 triliun. Skandal ini tidak hanya menimbulkan dampak finansial besar, tetapi juga memicu kemarahan masyarakat akibat dugaan manipulasi kualitas bahan bakar yang dikonsumsi.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa salah satu modus dalam kasus ini adalah pengurangan produksi kilang dalam negeri yang berakibat pada peningkatan impor minyak melalui perantara dengan harga lebih tinggi.

"Negara dirugikan karena minyak mentah dalam negeri diekspor, lalu Pertamina justru mengimpor minyak mentah dan BBM dengan harga lebih mahal melalui perantara tertentu," ungkap Qohar dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (26/2).

Selain itu, terdapat dugaan pencampuran bahan bakar di depo/storage, di mana Pertalite (RON 90) dioplos dan dijual sebagai Pertamax (RON 92). Praktik ini diduga dilakukan untuk mengurangi biaya produksi, tetapi tetap menjual dengan harga premium yang lebih tinggi kepada konsumen.

"Konsumen membeli Pertamax dengan harga tinggi, tetapi yang mereka dapatkan bisa jadi BBM dengan kualitas lebih rendah," tambahnya.

Dari investigasi sementara, total kerugian negara sebesar Rp 193,7 triliun terdiri dari:

.Kerugian akibat ekspor minyak mentah dalam negeri: Rp 35 triliun

.Kerugian dari impor minyak mentah melalui perantara: Rp 2,7 triliun

.Kerugian dari impor BBM melalui perantara: Rp 9 triliun

.Kerugian akibat pemberian kompensasi tahun 2023: Rp 126 triliun

.Kerugian akibat pemberian subsidi tahun 2023: Rp 21 triliun

Skandal ini menuai kecaman luas dari berbagai kalangan, termasuk konsumen yang merasa tertipu oleh kualitas BBM yang mereka beli. Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Mufti Mubarok, menegaskan bahwa masyarakat bisa menggugat Pertamina jika terbukti bahwa BBM yang dibeli tidak sesuai standar yang dijanjikan.

"Jika benar Pertamax yang dibeli ternyata merupakan Pertalite yang dioplos, ini adalah bentuk penipuan. Konsumen memiliki hak untuk menggugat dan meminta kompensasi," tegas Mufti.

BPKN juga mendorong agar Pertamina transparan dalam memberikan informasi terkait kualitas produk yang dijual kepada masyarakat. Mereka menilai bahwa praktik manipulasi ini tidak hanya merugikan konsumen secara finansial, tetapi juga dapat berdampak pada performa kendaraan dan lingkungan.

Di media sosial, banyak warganet yang mengungkapkan kekecewaan mereka terhadap kasus ini. Tagar #BongkarKorupsiPertamina menjadi trending di Twitter, dengan banyak pengguna menyerukan agar pemerintah menindak tegas para pelaku.

Kejaksaan Agung telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus ini, termasuk Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, dan beberapa petinggi lainnya di anak perusahaan Pertamina.

"Kami masih mendalami keterlibatan pihak lain, termasuk kemungkinan adanya aktor di luar Pertamina yang turut serta dalam skandal ini," ujar Jaksa Agung ST Burhanuddin.

Penyelidikan lebih lanjut akan dilakukan untuk mengungkap seluruh jaringan yang terlibat dalam kasus ini. Pemerintah juga didesak untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan distribusi BBM guna mencegah kasus serupa terulang kembali.

Skandal korupsi impor minyak ini menjadi pengingat bahwa tata kelola sektor energi nasional masih rentan terhadap penyimpangan. Dengan nilai kerugian yang begitu besar, penanganan kasus ini menjadi ujian bagi penegakan hukum di Indonesia.

Masyarakat kini menantikan langkah konkret dari pemerintah dan aparat penegak hukum untuk menindak tegas para pelaku serta memastikan sistem distribusi BBM lebih transparan dan akuntabel. Jika tidak, bukan tidak mungkin gelombang gugatan class action dari konsumen akan menjadi langkah hukum berikutnya yang menuntut keadilan.(Kzn007)

Posting Komentar